Selasa, 15 Maret 2011

Narsis??? Maukah Kamu?

Dalam ilmu psikologi, mereka yang memiliki kepribadian narsistik merupakan orang yang jauh lebih mencintai dirinya daripada orang lain. Akibatnya seringkali mereka sulit berempati kepada orang lain. Kecuali narsis, orang yang tidak mampu mencintai juga egois, mau enak sendiri dan kurang percaya diri. Mereka juga sulit terikat dalam komitmen jangka panjang dengan satu pasangan. Makanya orang tipe ini sulit mengikatkan diri pada perkawinan monogami.

Menurut para ahli dari American Psychiatric Association, pada umumnya orang narsistik juga memiliki gangguan kepribadian lainnya, seperti histrionic personality disorder yang sangat ekspresif dalam menunjukkan emosinya.

Meski sebagai awam sulit mengenali ciri-ciri orang yang narsistik, namun sebuah penelitian yang dilakukan para ahli dari University Georgia, Amerika, menyebutkan bahwa laman profil di situs jejaring sosial Facebook bisa mengungkap kepribadian narsis seseorang.

Dalam studi yang mereka lakukan terhadap 130 pengguna Facebook ditemukan jumlah teman dan postingan dinding (wall post) berkaitan erat dengan tingkat kenarsisan seseorang. Orang yang narsis biasanya memiliki jumlah teman yang banyak namun sebenarnya tidak punya relasi yang dalam dengan orang-orang tersebut.

"Dalam kehidupan nyata juga demikian, mereka punya banyak teman tapi tidak ada yang dekat secara personal. Yang penting untuk mereka adalah kuantitas, bukan kualitas," kata Laura Buffardi, Ph.D, ketua peneliti yang risetnya dipublikasikan dalam jurnal Personality and Social Psychology Bulletin.

Facebook juga dipakai sebagai sarana untuk mempromosikan diri orang yang narsis. Karena itu mereka suka memasang foto profil yang menarik dan berbeda untuk membuat orang lain terpesona.

"Orang yang narsistik mungkin terlihat sebagai orang yang menarik hati namun sebenarnya mereka merasa diri lebih hebat. Mereka juga suka menggunakan orang lain untuk keuntungannya sendiri, dalam jangka panjang mereka akan melukai orang lain dan dirinya sendiri," kata W.Keith Campbell, salah seorang peneliti.

Meski begitu, Campbell mengatakan bukan berarti penggemar Facebook adalah orang yang narsis. "Orang yang narsistik menggunakan Facebook seperti mereka menggunakan relasi sosial lainnya, hanya untuk mempromosikan dirinya," katanya.

Kisah si Narcissus

Kisah sang penakluk wilayah Thespiae di Boetia yang dianugerahi ketampanan, Narcissus, Narkissos atau Sang Pemuja Diri Sendiri

Tau kata Narsis dan Echo kaaaaan....ternyata ada mitosnya juga lho yang mendasari dipakainya kata itu sebagai kosakata resmi sekarang. Kata Narsis berasal dari seorang pemuda yang bernama narcissus dan kata echo (gema) berasal dari seorang peri jelita yang jatuh cinta pada narscissus namun tak kesampaian karen kepongahan Narcissus.

Kisah narcissus dan echo ini diceritakan dalam berbagai versi.Diantaraya versi Roma, Hellen (yunani) dan versi Pausania.

Beberapa versi kisah Narcissus salah satunya oleh Ovid dalam 'Echo'. Narcissus yang sedang berburu kijang di hutan merasa haus dan mengambil air di sebuah sungai, namun ia tak bisa menyentuh air itu karena takut merusak bayangan yang ada pada permukaan air. Narcissus meninggal dengan memandangi bayangannya sendiri dan tumbuhlah bunga Narcissus di tempat ia meninggal.

Narcissus hidup pada jaman Yunani Kuno, putra dewa sungai Cephissus dengan Liriope. Narcissus sangat ganteng dan suka memuji dirinya sendiri. Dia juga menolak cinta banyak gadis yang jatuh hati padanya.
Narccisus menyadari dan bangga akan kelebihannya tersebut. Ia seringkali gadis-gadis, bahkan peri-peri (yang katanya lebih cantik daripada gadis-gadis). Ia bahkan merendahkan peri-peri yang mengejar-ngerjar dirinya.

Salah satu peri yang tergila-gila pada Narccisus adalah Echo, yakni peri yang jelita namun sayangnya sulit berbicara dan hanya mampu mengulangi kata terakhir dari kalimat yang didengarnya.

Suatu hari, Echo melihat Narccisus yang sedang bercengkrama di dalam hutan.

Karena kurang percaya diri, Echo hanya berani menguntit dan mengintip idolanya dari balik semak. Narccisus sadar bahwa ada seseorang yang mengikutinya, dan berteriak, “Hai..siapa yang mengintipku?”

“Kku!”, jawab Echo mengulangi kara terakhir yang ia dengar

“Dimana engkau?”, lanjut Narccisus, “Ke sini!”

“Sini”, sahut Echo, namun belum berani menampakkan dirinya

“Keluarlah, aku ingin melihatmu”, Narccisus berkata dengan suara yang lebih lembut seakan memberi harapan.

Dengan dada berdebar, Echo memperlihatkan dirinya dengan senyuman penuh harap, “Melihatmu”, ujarnya malu-malu.

Sayangnya respon Narccisus tidak seperti yang Ia harapkan. Dengan pongah Narccisus berteriak, “Enyahlah, kau pikir aku menyukaimu? Tolol!”

“Tolol”, seketika Echo tersedu dan menjauh ke dalam hutan dengan sejuta kekecewaan.

Aphrodite – dewi asmara yang rupawan - mengetahu kejadian itu dan geram melihat kepongahan Narccisus. Ia tidak ingin membiarkan kelakuan Narccisus ini berkelanjutan. Oleh karena itu Ia merencanakan suatu ganjaran untuk kesombongan pemuda tampan itu.

Suatu hari, ketika Narccisus sedang berjalan-jalan di hutan dan menemukan suatu kolam yang airnya sangat jernih. Kolam tersebut berada di tengah hutan yang rindang dan tenang, bahkan angin tidak menggerakkan permukaan air bening bagai kristal tersebut. Seketika itu timbullah rasa haus yang mendorong Narccisus untuk meminum air kolam nan jernih tersebut. Saat Narccisus membungkukkan badannya mendekati permukaan kolam, Ia melihat bayangan wajah tampannya dan sejurus kemudian, Eros, putra kecil Aphrodite dengan ijin ibunya melepaskan anak panah ke jantung hati Narccisus. Akibatnya Narccisus diliputi perasaan cinta akan pantulan wajah yang Ia lihat di permukaan kolam yang tenang. Tak puas-puasnya Ia mengagumi wajah tersebut sapai timbul keinginan untuk menyentuh dan mencium wajah itu.

Saat narccisus menyentuhkan bibirnya ke permukaan kolam, air kolam menjadi beriak sehingga wajah yang semula tampan menjadi berlipat-lipat. Begitu pula ketika Narccisus ingin merengkuhnya. Bayangan tersebut seketika menghilang. Berulang kali, Ia mencoba dan semakin putus asa dirinya.

Berhari-hari Narccisus duduk terpekut di tepi kolam menatap wajah yang dikaguminya, tidak makan atau minum. Meski tubuhnya semakin lemas, Ia tidak pernah berpikir untuk meninggalkan wajah yang dikaguminya sampai ajal menjemputnya. Narccisus tergelatak tak bernyawa di tepian kolam berair jenih.

Maka berdukalah peri-peri hutan pengagum Narccisus, termasuk Echo yang tidak pernah sakit hati walau mendapat perlakuan buruk Narccisus. Ia menangis di samping jenazah Narccisus sampai Echo tertidur saat malam menjelang. Keesokkan paginya, Echo terkejut tidak melihat mayat Narccisus melainkan tumbuhnya sekuntum bunga yang harum. Sedangkan Echo masih belum mampu menahan kesedihan hatinya, dan berjalan tidak menentu.

Bunga tersebut lalu dinamakan bunga narsis. Di Yunani, bunga itu biasa digunakan dalam upacara pemakaman. Sedangkan menurut legenda, Echo masih ada di dalam hutan. Bilamana kita berteriak keras dan tiba-tiba terdengar akhir kata yang kita ucapkan berarti Echo ada di sana.

Namun Pausanias (seorang ahli geografi dan traveller dari Mesir, hidup pada abad kedua Masehi) menolak kisah seseorang yang tidak mampu membedakan manusia nyata dan bayangan, menurutnya Narcissus jatuh cinta pada saudara kembar perempuannya, yang mengenakan pakaian sama dengan Narcissus ketika berburu di hutan. Ketika saudara kembarnya meninggal, Narcissus sangat terpukul dan menganggap bayangan yang ia lihat di permukaan air itu adalah saudara kembarnya (www.wikipedia.com).

Kita yang tinggal di kota besar di Indonesia tentunya tidak akan sanggup mengambil air di sungai untuk minum, bukan karena ada bayangan yang mempesona, pastinya. Namun jaman sekarang kita tidak perlu sungai untuk bercermin, karena makin hari gambaran diri kita makin jelas, tebal dan kongkrit, menutupi inti sari diri yang makin tidak jelas.

Ada yang menganggap bahwa orang narsis itu menyebalkan dan berdampingan dengan orang narsis rasanya tidak menyenangkan karena atmosfernya penuh dengan persaingan, kesombongan, dsb regardless orang-orang narsis ini dari luar tampak punya rasa percaya diri yang besar. Menarik untuk kita lihat pemahaman narsis ini lebih jauh, karena dalam psikologi klinis dikenal pula istilah Narcissistic Personality Disorder. Dalam bahasa umum, orang narsisistik adalah orang yang menjadikan dirinya pusat dari segalanya.

The narcissist becomes his own world and believes the whole world is him
(Theodore I. Rubin)

Ia memiliki penilaian berlebih pada dirinya dalam skala ekstra besar, sehingga meresahkan, mengganggu kehidupan sosial sekelilingnya. Namun, gejala narsis ini pun dapat berlaku di masyarakat luas. Agar tidak selalu menebak, ada baiknya kita menengok definisi teoritik dan studi empirik dalam psikologi.

Narisisisme dalam studi psikologi

Dimensi kepribadian narsistik berasal dari kriteria narsistik dalam gangguan kepribadian, namun narsisme yang kita bahas kali ini lebih ditujukan bagi individu yang masih dapat berfungsi secara normal di masyarakat.

Narcissists characterized by a highly positive or inflated self-concept. Narcissists use a range of intrapersonal and interpersonal strategies for maintaining positive self-views.(Campbell, Rudich,& Sedikies , 2002)

Kita melihat kata kunci dalam narsistik yaitu: konsep diri yang terlalu melambung. Alexander Lowen dalam bukunya Narcissism: Denial of The True Self mengatakan bahwa secara psikologis, individu sudah dikatakan narsis jika mencurahkan segenap daya upaya untuk membangun image dengan mengorbankan diri sendiri. Mereka sering menipu diri demi penampilan.

Narcissist are more concerned with how they appear rather than what they feel. Indeed they deny feeling that contradict the image they seek.(Alexander Lowen, 1985)

Konsep diri yang melambung dari orang narsis juga terlihat dari potret mereka seperti yang dideskripsikan Lowen (1985), bahwa tindakan mereka seringkali tanpa dipikir dan dirasa, manipulative, egois, haus kekuasaan dan ingin pegang kendali, tidak jujur dalam membawa diri dan tidak punya integritas.

Sekilas tentang self esteem

Terjadi tumpang tindih antara narsistik dan self-esteem. Seringkali orang menyalahartikan definsi antara keduanya. Yang jelas, narsisme bersifat sebagai ancaman dan merusak karena terbentuk dari penilaian diri yang tidak realistik, rasional dan proporsional, sementara self-esteem (dalam kadar proporsional dan rasional / realistik) justru menguntungkan. Self-esteem merupakan derajat penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Individu dengan self-esteem tinggi dan sehat akan menilai dirinya secara positif. Dalam interaksi dengan orang lain, ia biasanya percaya diri, dan cenderung mengarah sebagai orang yang tampil dan pemimpin dalam kelompok.

Ironisnya, individu yang memiliki self-esteem rendah memandang dirinya kurang. Perasaan kurang ini, bisa nyata, bisa persepsi dirinya semata. Bisa jadi sesungguhnya ia memang punya kemampuan dan cemerlang dalam skill tertentu; namun pada saat yang sama kehilangan kepercayaan diri.

Self defeating behavior

Studi literature menunjukkan individu narsis memiliki perilaku seperti arogan, merendahkan orang lain, merespon ancaman ego dengan kekerasan dan agresivitas, menciptakan atribusi internal bagi kesuksesan (sukses karena kehebatan diri) dan sebaliknya atribusi eksternal ketika menghadapi kegagalan (gagal karena kesalahan lingkungan/pihak di luar diri sendiri), serta menilai masa depan secara berlebihan meski menghadapi kondisi yang tidak mendukung/kondusif. Individu narsis juga tidak disukai oleh rekan sebaya/kelompoknya (meski biasanya telah menciptakan impresi diri positif) yang secara psikologis merasa dirugikan (Colvin, Block, & Funder, 1995 dalam Vazire & Funder,2006).

"In short, as they yearn and reach for self-affirmation,
[narcissists] destroy the very relationships on which they are dependent"(Vazire & Funder, 2006).

Narsisime dalam kehidupan sosial

Salah satu ciri orang narsis adalah sikap yang berlebihan dalam menilai dirinya. Sifat berlebihan ini yang menyeret diri hingga merusak ikatan sosial dan mendistorsi sikap terhadap masa depan terkait pada estimasi (memperkirakan dan membaca rencana suksesnya).

Beberapa studi psikologi yang mengupas narsistik terkait dengan interaksi sosial sebagian besar menggambarkan hubungan yang tidak sehat dan distorted, corrupted karena karakter ini, di antaranya; fantasi tentang ketenaran atau kekuasaan (Raskin & Novacek, 1991 dalam Campbell, et al 2002), merespon kritik dengan kemarahan dan atribusi pencapaian diri (Campbell, Reeder, Sedikides, & Elliot, 2000; Far-well & Wohlwend-Lloyd, 1998; Rhodewalt & Morf,1996 dalam Campbell et al 2002), juga sikap merendahkan orang yang dianggap mengancam (Kernis & Sun, 1994 dalam Keith,2002). Narsistik juga kurang mampu menjaga komitmen dan memberikan perhatian dalam interaksinya dengan orang lain (Campbell, 1999; Campbell & Foster, 2001 dalam Campbell et al, 2002).

Pada perkembangan lingkungan sosial yang dinamis, kadang kita sering mendengar istilah narsis yang agak bergeser dari makna sesungguhnya. Narsis dalam bahasa gaul, menunjuk pada gaya humor antar individu yang berfungsi untuk mendorong kepercayaan diri dan penilaian diri positif, baik pada si subjek atau lawan bicaranya. Padahal seperti telah di bahas sebelumnya, bahwa seorang yang narsis punya tolok ukur yang tidak rasional-proporsional dalam menilai dirinya, baik secara individual maupun dalam interaksi sosial.

Gambaran individu narsis di atas bukan berarti susah dijumpai di lingkungan sosial kita. Orang-orang ini lebih dikenal sebagai orang sombong, yang cenderung mementingkan dirinya sendiri, menyelamatkan dirinya sendiri, kurang peka bahkan tidak memedulikan orang lain. Sikapnya jauh dari menyenangkan bahkan bisa berbuat kekerasan (seperti kekerasan verbal) demi melindungi egonya yang dirasakan terancam.

Tetapi karakter narsisme tidak begitu saja terlihat dalam waktu singkat. Mungkin salah satu petunjuk kilatnya adalah, ketika menemukan orang yang dengan renyahnya meremehkan atau merendahkan orang lain guna meninggikan dirinya sendiri dalam percakapan. Tentu tidak sekedar dalam nuansa kalimat, tetapi juga dari sikap dan bahasa tubuhnya. Orang yang sensi dan gampang tersinggung kalau di kasih nasehat, apalagi di tegur.

Ciri ini juga dikenal dalam teori outgroup-ingroup di mana salah satu cara untuk meninggikan kelompok adalah dengan merendahkan kelompok lain. Pada kenyataannya, hal ini terkait pada self-esteem diri (kelompok) yang rendah sehingga sangat membutuhkan pihak lain untuk direndahkan/diinjak sehingga ia (kelompok) mendapatkan dampak perasaan lebih baik, lebih tinggi.

Pertanyaan untuk pekerjaan rumah kita, apakah kita sering menemui orang seperti ini, atau kita lah yang insan narsis di lingkungan kita? Bagaimana dengan kelompok sosial kita, bangsa kita? Lalu, maukah kita jadi orang yang narsis?

Literature

Vazire, Simine., Funder, David C. (2006) Impulsivity and the Self-Defeating Behavior of Narcissists. Personality and Social Psychology Review 2006, Vol. 10, No. 2, 154 -165

Campbell,W. Keith., Rudich,Eric A., Sedikides,Constantine (2002) Narcissism, Self-Esteem, and the Positivity of Self-views: Two Portraits of Self-Love. PSPB, Vol. 28 No. 3, March 2002 358-368 © 2002 by the Society for Personality and Social Psychology, Inc.

http://en.wikipedia.org/wiki/Narcissus/mythology

Tidak ada komentar:

Posting Komentar